syarat dan penyembelihan hewan qurban

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda pada hari Nahar, “Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat hendaknya dia ulangi”, maka berdirilah seorang lelaki, “Ya Rasulullah, ini adalah hari yang daging itu sangat dinikmati”, dan laki-laki tersebut menyebutkan keperluan dari tetangganya sehingga dia menyembelih sebelum shalat, maka Rasulullah seakan-akan membenarkannya, “Saya memiliki kambing yang belum cukup umur yaitu lebih saya senangi dari pada dua kambing berdaging, apakah saya boleh menyembelih kambing yang belum cukup umur ini”, maka Nabi memberikan keringanan baginya.
Saya (Anas) tidak tahu apakah keringanan ini khusus baginya atau juga bagi yang lain. Kemudian Rasulullah merunduk pada kedua kambing itu dan menyembelih keduanya. Maka berdirilah sekolompok manusia pada kambing kecil (kecil jika dibandingkan dengan yang lain tapi sudah cukup umur) maka mereka saling membagi.
Kesimpulan: menyembelih hewan kurban harus sudah memenuhi umur yang ditentukan oleh syariat, apabila kurang dari umur yang ditentukan maka tidak syah kurbannya dan hanya dihitung sebagai sadaqah. Keringanan di atas hanya diberikan kepada beberapa sahabat saja dan tidak diberikan kepada orang lain lagi setelahnya.

Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah shalat kemudian khutbah dan beliau memerintahkan orang yang menyembelih sebelum shalat untuk mengulanginya.

Kesimpulan:
Awal waktu menyembelih adalah setelah salat Idul Adha bagi orang yang tidak bepergian, sedangkan bagi orang yang sedang safar (bepergian) maka mereka memperkirakan waktu dimana kaum Muslimin telah selesai mengerjakan shalat Idul Adha.
Akhir waktu menyembelih terdapat dua pendapat dari kalangan Ulama, pendapat pertama ketika matahari terbenam pada tanggal 12 Dzulhijjah dan pendapat kedua ketika matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Dalil dari pendapat kedua memakai ayat “Agar mereka mengingat Allah pada hari-hari yang telah ditentukan”. Pada ayat ini disebutkan hari-hari (ayyaamin) dalam bentuk jamak. Dalam bahasa Arab kata jamak memiliki jumlah minimal tiga. Dan ini pendapat yang dipilih kebanyakan ulama pada masa ini. Akan tetapi apabila memilih untuk berhati-hati dengan memilih batas akhir tanggal 12 maka hal ini juga diperbolehkan karena tidak terdapat riwayat yang kuat dari sahabat yang menunjukkan mereka menyembelih pada tanggal 13 Dzulhijjah.

Bab Mengenai Umur Hewan Kurban
Dalam berkurban terdapat 5 syarat hewan yang akan dikurbankan secara global:

1. Merupakan hewan ternak.
2. Telah memenuhi umur.
3. Terlepas dari cacat.
4. Disembelih pada waktunya.
5. Merupakan milik pribadi, hewan tersebut tidak terkait dengan hak orang lain.

Dari Jabir Radhiyallahu ta`ala ‘anhu, Rasulullah bersabda, “Jangan kalian menyembelih kecuali hewan yang sudah memenuhi umur, kecuali kalau sulit bagi kalian. Apabila sulit bagi kalian maka sembelihlah jada-a dari domba.”
Yang termasuk hewan ternak adalah unta, kambing, dan sapi. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang menjelaskan tentang berkurban. Dan ditegaskan oleh Ibnu Qayim bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah ataupun sahabat untuk penyembelihan kurban, haji, aqiqah kecuali dari hewan ternak. Jadi tidak syah berkurban dengan 100 ekor ayam, bebek, dll.
Tidak ada perbedaan antara sapi dan kerbau karena hakikatnya sama, demikian pendapat Asy Syaikh Abdulaziz bin Muhammad Alu Syaikh dan Asy Syaikh Shalih Al Fauzan.

Urutan keutamaan berkurban dari hewan yang dikurbankan:

1. Dengan 1 ekor unta
2. Dengan 1 ekor sapi
3. Dengan 1 ekor kambing
4. Dengan 1/7 unta
5. Dengan 1/7 sapi

(*admin, demikian dijelaskan oleh Al Ustadz Dzulqarnain, padahal sebenarnya harga 1/7 unta lebih mahal daripada harga 1 ekor kambing)
Sedangkan untuk nomor yang sama maka dilihat dari sisi harga, penampilan, jumlah daging, jenis kelasnya, dll. Boleh berkurban baik dari jenis betina atau pejantan.

Umur Hewan Kurban
Penetapan umur minimal hewan kurban tidak disebutkan dalam nash hadits, akan tetapi hal tersebut dipahami dari kebiasaan bangsa Arab. Umur minimal untuk hewan kurban sebagai berikut:

1. Unta minimal 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6.
2. Sapi minimal 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3.
3. Kambing Domba diperbolehkan umur minimal 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan yang 1 tahun. Sedangkan bagi jenis selain Domba (misal kambing jawa) maka minimal umur 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2.

Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shalat mengimami kami pada hari Nahr, maka majulah sekelompok lelaki kemudian mereka menyembelih, dan mereka menyangka bahwa Rasulullah telah menyembelih, maka Rasulullah memerintah bagi siapa yang telah menyembelih untuk menyembelih dengan sesembelihan yang lain dan agar mereka tidak menyembelih sebelum Rasulullah menyembelih kurbannya.
Pelajaran:
Apabila imam / pimpinan suatu negeri menyembelih di tempat yang terbuka, maka dia tidak boleh mendahului imam tersebut. Apabila dia menyembelih mendahului imam, maka sesembelihannya tidak sah. Tetapi apabila imam tersebut tidak menampakkan syiar ini, maka kita boleh menyembelih apabila shalat Idul Adha telah dilaksanakan.

Dari Uqbah bin Amir, sesungguhnya Rasulullah memberikan kambing agar dibagikan untuk disembelih, maka tersisa bagiku kambing yang bukan domba (belum 1 tahun), maka hal ini disebutkan kepada Nabi dan Nabi memerintahkan untuk menyembelih baginya.

Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah membagi di tengah kami hewan kurban, dan sayapun hanya mendapatkan jada-a (kambing bukan domba yang berumur kurang dari 1 tahun), maka Rasulullah bersabda “sembelihlah”.

Tidak Boleh Terdapat Cacat Pada Hewan Kurban
Keterangan ini berdasar hadits dari Bara` bin Azid, diriwayatkan oleh Imam Malik, Akhmad, Abu Dawud, At Tarmidzi, dll.
1.Sembelihan pincang yang sangat tampak kepincangannya.
Kepincangan disini dimaksudkan adalah pincang yang mengganggu dia berjalan dan membuat dia terlambat dari kawan-kawannya. Tetapi apabila hewan tersebut dapat berjalan beriringan dengan kawanannya walaupun sebenarnya dia pincang, maka sah kurbannya. Tetapi tetap lebih utama yang sempurna tidak pincang. Termasuk disini tidak sah berkurban dengan hewan yang putus kakinya.
2.Sembelihan buta sebelah matanya yang sangat nampak kebutaannya.
Yang dimaksudkan sangat nampak kebutaannya disini misalkan mata yang buta berubah fisiknya, misal dengan menonjol keluar atau cekung ke dalam. Adapun mata yang buta tapi fisiknya sama dengan mata normal, maka sah disembelih. Begitu pula hewan yang matanya rabun, sah untuk disembelih.
3.Sembelihan sakit yang sangat nampak sakitnya.
Sangat nampak sakitnya misalkan dengan menggigil, di kulitnya terlihat penyakit, dll. Adapun hewan yang misalkan tidur-tiduran terus maka sah berkurban dengannya.
4.Sembelihan kurus yang tidak berlemak / bersumsum.
Hal ini tentunya hanya dapat diketahui oleh orang yang ahli, maka apabila hewan kurban terlihat kurus tapi dinilai dia masih memiliki lemak / sumsum maka sah disembelih.


Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, yaitu.

[1]. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.

[2]. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.

a. Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan

[3]. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang

Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.

[4]. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.

[5]. Tidak ada hubungan dengan hakl orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
[6]. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya tidak sah

[Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan setelahnya, Badaa’I’ush Shana’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).

HEWAN KURBAN YANG UTAMA DAN YANG DIMAKRUHKAN
Yang paling utama dari hewan kurban menurut jenisnya adalah unta, lalu sapi. Jika penyembelihannya dengan sempurna, kemudian domba, kemudian kambing biasa, kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.

Yang paling utama menurut sifatnya adalah hean yang memenuhi sifat-sifat sempurna dan bagus dalam binatang ternak. Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang ini. Di antaranya.

a. Gemuk
b. Dagingnya banyak
c. Bentuk fisiknya sempurna
d. Bentuknya bagus
e. Harganya mahal

Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah.

[1]. Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar.
[2]. Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti –misalnya putting susunya terputus-
[3]. Gila
[4]. Kehilangan gigi (ompong)
[5]. Tidak bertanduk dan tanduknya patah

Ahli fiqih Rahimahullah juga telah memakruhkan Al-Adbhaa’ (hewan yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), Al-Muqaabalah (putus ujung telinganya), Al-Mudaabirah (putus dari bagian belakang telinga), Asy-Syarqa’ (telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), Al-Kharqaa (sobek telinganya), Al-Bahqaa (sebelah matanya tidak melihat), Al-Batraa (yang tidak memiliki ekor), Al-Musyayya’ah (yang lemah) dan Al-Mushfarah [1]

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]